Seperti dikutip Radio Nederland (RNW), Senin (10/10/2011) kemarin di Den Haag berlangsung proses pengadilan yang unik terkait masa silam Belanda di Hindia Belanda dalam kaitannya dengan gerakan Republik Maluku Selatan (RMS)

Pengacara Negara Belanda akan meminta Hakim Banding di Den Haag: Meninjau keabsahan RMS sebagai negara dan melihat legitimasi pemerintahan RMS di pengasingan sebagai perwakilan RMS.

Kasus ini menarik, karena proses banding ini merupakan kepanjangan dari kasus sidang cepat (Kort Geding) Oktober tahun 2010.

Ketika itu John Wattilete atas nama pemerintahan RMS di pengasingan menuntut negara Belanda agar menangkap Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono yang berrencana berkunjung ke Belanda. SBY akhirnya membatalkan kunjungan.

Pelanggaran HAM

RMS menggunakan alasan pelanggaran HAM di Maluku. Atas dasar yang sama pada bulan November, RMS meminta penangkapan mantan Menlu Hasan Wirajuda juga dengan dalih kejahatan berat HAM tahun 2003 dan 2007.

RMS menyebutkan di penjara Indonesia terdapat hampir seratus simpatisan dan aktivis kemerdekaan Republik Maluku Selatan yang dikurung dan dianiaya.

Namun hakim menolak permohonan penangkapan SBY karena dia sebagai pemimpin negara memiliki imunitas. Dan permintaan penangkapan mantan Menlu Hasan Wirajuda yang berkunjung ke Belanda November juga ditolak dengan alasan lain.

Belanda vs RMS

Nah, Senin ini posisi berbalik. Sekarang giliran RMS yang berada di posisi bertahan. Negara Belanda mempertanyaan status RMS.

Atas kasus ini, RMS menganggap Belanda mendapat tekanan dari Indonesia.

Lewat websitenya RMS menyatakan pemerintah Indonesia bermain di belakang layar.
"... untuk mematikan perjuangan RMS dan Pemerintah RMS - dan atas dorongan keras dari Pemerintah Indonesia dibelakan layar - maka Pemerintah Belanda Hari senen tanggal 10 oktober yang akan datang naik banding di Hakim di kota Den Haag." "Pemerintah Belanda dan RI Berusaha Lumpuhkan RMS..,"demikian tulisnya.

Dokumen Rahasia

Dalam terbitan lain disebutkan bahwa pemerintah Belanda tidak menghargai prinsip Hukum Internasional dan hak menentukan nasib sendiri bangsa Maluku Selatan. Pemerintah SMS di pengasingan mengklaim mendapatkan dokumen rahasia Kemenlu Belanda. "Di sini terbukti bahwa pemerintah Belanda mengembangkan strategi yang bertujuan mencegah supaya para pejabat tinggi yang melanggar HAM, tidak bisa seret ke pengadilan."

Pemberontak

Sebelum ini, pakar hukum internasional Hikmahanto Juwana menjelaskan empat syarat (sesuai konvensi Montevideo) yang dijadikan dasar bagi negara-negara untuk mengakui sebuah negara.

Pertama, memiliki wilayah tertentu. Kedua, memiliki penduduk. Ketiga, punya pemerintahan dan keempat, punya kemampuan untuk berhubungan dengan negara lain.

Sementara dilihat dari syarat itu, RMS tidak memilikinya. Karena itu ia berpendapat, RMS lebih tepat disebut gerakan pemberontakan.

"Kalau RMS mengaku punya wilayah, maka wilayahnya itu ada di mana? Karena Maluku itu kan merupakan wilayah dari Indonesia. Dan RMS itu tidak mempunyai kedudukan di sana. Karena pemerintah Indonesia menganggap RMS adalah organisasi bahkan gerakan pemberontakan yang bisa dilakukan tindakan polisionil," ujar Hikmahanto dikutip RNW, Kamis (06/10/2011).
This entry was posted on 7:05 PM and is filed under . You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0 feed. You can leave a response, or trackback from your own site.

0 komentar: