BENTROK |
Inggris tampaknya mempertaruhkan independensinya dari lobi-lobi Zionis, setelah baru-baru ini bergerak untuk melindungi tersangka kejahatan perang Israel dari tuntutan hukum dan memboikot Konferensi Dunia Anti-Rasisme, yang bisa mengarah pada kecaman terhadap Israel.
Menteri Luar Negeri Inggris William Hague mengatakan, negaranya tidak akan mengirim delegasi pada pertemuan PBB pada tanggal 22 September untuk memperingati ulang tahun ke-10 Konferensi Dunia Anti-Rasisme. Ia bahkan mengklaim acara itu anti-Semit.
"Atmosfir konferensi itu adalah anti-Semit. Ini merupakan satu bab khusus, yang tidak menyenangkan dan memecah belah dalam sejarah PBB. Ini bukanlah suatu acara yang harus dirayakan," katanya sebagaimana dikutip Radio Irib.
Pada tahun 2001, negara-negara Arab dan Iran menyiapkan draft resolusi, yang menggambarkan Israel sebagai rezim rasis dan mengutuk perlakuan Zionis terhadap bangsa Palestina.
Namun, sejumlah perwakilan Barat keluar dari pertemuan, yang diindikasikan sebagai pengaruh lobi Zionis di negara mereka.
Ketupusan London untuk tidak menghadiri pertemuan anti-rasisme, adalah tidak lebih dari bentuk keberpihakan Inggris pada Israel, meskipun rezim bengis itu membantai warga sipil Palestina.
Inggris juga mengubah yurisdiksi universal, yang memungkinkan individu untuk mengajukan tuntutan hukum terhadap pejabat asing dan meminta penangkapan dan pengadilan di Inggris atas tuduhan kejahatan perang.
Selama beberapa tahun terakhir, hukum itu terbukti menyusahkan para politisi Israel, karena mereka menghadapi tuntutan penangkapan oleh aktivis hak asasi manusia jika mengunjungi Inggris.
Amandemen tersebut menuai kecaman dari berbagai pakar hukum dan aktivis HAM. Pengacara HAM, Geoffrey Robertson menggambarkan amandemen itu sebagai langkah mundur, yang menunjukkan Inggris enggan untuk menyeret tiran dan pelaku kejahatan ke keadilan jika itu merugikan pemerintah.
Menteri Luar Negeri Inggris William Hague mengatakan, negaranya tidak akan mengirim delegasi pada pertemuan PBB pada tanggal 22 September untuk memperingati ulang tahun ke-10 Konferensi Dunia Anti-Rasisme. Ia bahkan mengklaim acara itu anti-Semit.
"Atmosfir konferensi itu adalah anti-Semit. Ini merupakan satu bab khusus, yang tidak menyenangkan dan memecah belah dalam sejarah PBB. Ini bukanlah suatu acara yang harus dirayakan," katanya sebagaimana dikutip Radio Irib.
Pada tahun 2001, negara-negara Arab dan Iran menyiapkan draft resolusi, yang menggambarkan Israel sebagai rezim rasis dan mengutuk perlakuan Zionis terhadap bangsa Palestina.
Namun, sejumlah perwakilan Barat keluar dari pertemuan, yang diindikasikan sebagai pengaruh lobi Zionis di negara mereka.
Ketupusan London untuk tidak menghadiri pertemuan anti-rasisme, adalah tidak lebih dari bentuk keberpihakan Inggris pada Israel, meskipun rezim bengis itu membantai warga sipil Palestina.
Inggris juga mengubah yurisdiksi universal, yang memungkinkan individu untuk mengajukan tuntutan hukum terhadap pejabat asing dan meminta penangkapan dan pengadilan di Inggris atas tuduhan kejahatan perang.
Selama beberapa tahun terakhir, hukum itu terbukti menyusahkan para politisi Israel, karena mereka menghadapi tuntutan penangkapan oleh aktivis hak asasi manusia jika mengunjungi Inggris.
Amandemen tersebut menuai kecaman dari berbagai pakar hukum dan aktivis HAM. Pengacara HAM, Geoffrey Robertson menggambarkan amandemen itu sebagai langkah mundur, yang menunjukkan Inggris enggan untuk menyeret tiran dan pelaku kejahatan ke keadilan jika itu merugikan pemerintah.
0 komentar: